Pluralisme dalam Islam
Meninggalnya
Gus Dur menjadi momen penting bagi para penyokong ajaran pluralisme untuk
kembali menggiatkan kampanye mengusung gagasannya. Salah satu agenda penting
yang akan digoalkan saat ini adalah menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan
Nasional, karena jasa-jasanya dalam membangun persatuan bangsa. Sebagian lagi
menganggapnya sebagai “Bapak Pluralisme”, tak main-main yang mengatakan
demikian adalah presiden SBY. Padahal, di sisi lain MUI telah berfatwa tentang
haramnya pemahaman pluralisme ini lewat fatwa No.7/MUNASVII/MUI/11/2005 telah
dengan jelas-jelas menyebutkan bahwa pluralisme adalah paham yang bertentangan
dengan ajaran agama Islam, dan umat Islam haram mengikuti paham tersebut.
Realitas di
atas menunjukkan bahwa pemikiran pluralisme semakin diterima secara luas di
masyarakat. Padahal sekali lagi, pemikiran itu tidak sejalan dengan ajaran
islam. Terlepas dari siapa yang mengusungnya, ide pluralisme ini memang layak
mendapat sorotan. Karena jika tidak disikapi dengan serius, maka ia bisa
menjadi virus-virus pemikiran yang akan menggerogoti kemurnian pemikiran Islam.
Apalagi jika ide tersebut diemban oleh orang-orang yang memiliki pengaruh di
negeri ini.
Secara
sederhana pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya
keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Bukan hanya menoleransi
adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi bahkan mengakui kebenaran
masing-masing pemahaman, setidaknya menurut logika para pengikutnya. Latar
belakang munculnya gerakan Pluralisme Paham ini muncul akibat reaksi dari
tumbuhnya klaim kebenaran oleh masing-masing kelompok terhadap pemikirannya
sendiri. Hal ini memicu lahirnya radikalisasi agama, perang dan penindasan atas
nama agama. Dan konflik horisantal antar pemeluk agama hanya akan selesai jika
masing-masing agama tidak menganggap bahwa ajaran agama meraka yang paling
benar.
Meskipun ide
pluralisme baik yang beraliran agama global maupun kesatuan ditujukan untuk
meredam konflik akibat adanya keragaman agama, namun ide ini ujung-ujungnya
malah menambah jumlah agama baru dengan kepercayaan yang baru pula. Wajar saja
jika ide ini mendapat tantangan keras dari agama beserta pemeluknya, terutama
Islam dan kaum Muslim. Oleh karena itu, para pengusung gagasan pluralisme
berusaha dengan keras mencari pembenaran dalam teks-teks agama agar paham ini
(pluralisme) bisa diterima oleh kaum Muslim. Adapun alasan-alasan yang sering
mereka ketengahkan untuk membenarkan ide pluralisme tersebut adalah surat al Hujurat ayat 13 yang artinya “Wahai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan
Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling
bertaqwa di sisi Allah“. Menurut kaum pluralis, ayat ini menunjukkan adanya
pengakuan Islam terhadap ide pluralisme.
Atau ayat
ini “Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan
orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman
kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah:62).
Dengan
kemampuan mereka memahami bahasa Arab yang cukup baik, mereka suka memelintir
makna ayat sehingga kaum intelektual awam agama percaya kepada mereka. Mari
kita perhatikan ayat 256 surat al-Baqarah. Mereka menganggap tidak ada paksaan
dalam beragama berarti pengakuan agama lain. Pemahaman demikian bukanlah
pemahaman yang benar. Untuk lebih memahami makna tidak ada paksaan ini satu
ayat penuh harus difahami secara utuh. Lanjutan ayat tersebut adalah, “Sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al
Baqarah: 63)
Jika ayat
ini dibaca dengan tuntas maka akan jelas, tidak ada paksaan karena telah jelas
yang benar dan yang salah, islam itulah yang benar dan yang lainnya adalah
salah. Masing-masing bebas memilih dengan resiko sendiri-sendiri. Adapun kaum
pluralis dalam memaksakan pemahamannya tak jarang memotong ayat tidak pada
tempatnya sehingga seolah-olah benar padahal tidak benar. Oleh karena itu, dalam
memahami suatu ayat, para ulama telah menganjurkan agar menggunakan riwayat
turunnya ayat, yang disebut dengan asbabunuzul.
Para kaum
pluralis mungkin mengabaikan ayat ini “Sesungguhnya agama yang diridhoi di sisi
Allah hanyalah Islam.” (Ali Imron:19). Dan “Barangsiapa mencari agama selain
Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia
di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron:85).
Seandainya
ide pluralisme agama ini memang diakui di dalam Islam, berarti, tidak ada
satupun orang yang dikatakan kafir. Tetapi al-qur’an dengan sangat tegas
menyebut orang ahli kitab yang tidak menerima Islam dengan sebutan kafir.
Firman Allah “Sesungguhnya orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan
orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya.
Mereka itu adalah seburuk-buruknya mahluk (al-Bayyinah:6) .
Demikianlah,
Islam sama sekali tidak mengakui kebenaran ide pluralisme. Islam hanya mengakui
adanya pluralitas agama dan keyakinan. Maknanya Islam hanya mengakui adanya
agama dan keyakinan di luar agama islam, serta mengakui adanya identitas
agama-agama selain Islam. Islam tidak memaksa pemeluk agama lain untuk masuk
Islam. Mereka dibiarkan memeluk keyakinan dan agama mereka. Hanya saja,
pengakuan Islam terhadap pluralitas agama tidak boleh dipahami bahwa Islam juga
mengakui adanya kebenaran pada agama selain Islam. Islam tetap mengajarkan
bahwa agama di luar Islam adalah kesesatan, meskipun diijinkan hidup
berdampingan dengan Islam.
Akhirnya,
pluralisme adalah paham sesat yang bertentangan dengan aqidah Islam. Islam mengajarkan
keyakinan bahwa islam sajalah agama yang benar, yang diridlai Allah. Orang yang
masih mencari agama selain Islam, ia akan rugi, karena amalnya tidak diterima
oleh Allah. Siapapun yang mengakui kebenaran agama selain Islam, atau menyakini
bahwa orang Yahudi dan Nashrani masuk ke surga, maka dia telah mengingkari
ayat-ayat al-Qur’an yang tegas dan jelas. Pengingkaran tersebut berakibat pada
batalnya keislaman seseorang, na’udzubillah min dzalik.
Komentar
Posting Komentar